Rabu, 27 Mei 2009

Sudah Kelas Tiga Tak Bisa Baca

Oleh Suherman
Guru SDN Sejati II Camplong, Sampang

SELAIN mengajar, guru bertugas menyelesaikan target materi dalam kurikulum setiap akhir semester atau setiap tahun. Namun, kenyataannya, masih terdapat ketidakseimbangan antara target kurikulum dengan daya serap yang dicapai peserta didik.

Salah satu ketidakberhasilan peserta didik dalam belajar-mengajar adalah kurangnya penguasaan membaca dan menulis. Tulisan ini khusus membicarakan kemampuan baca (membaca) yang meliputi kemampuan membaca lancar dan kemampuan membaca secara benar berdasar intonasi serta tanda baca. Berdasar gambaran tersebut, penulis ingin membahas cara mengatasi kesulitan membaca siswa kelas III atau IV sekolah dasar (SD).

Sepintas, pembaca akan tertegun dan bertanya-tanya mengapa siswa kelas III atau IV masih sulit membaca. Lalu, mengapa siswa tersebut bisa naik sampai kelas III atau IV, padahal tidak dapat/sulit membaca. Kalau para guru mengakui secara jujur, kenyataan yang ironis ini akan kita temui di sekolah Bapak-Ibu mengajar. Apa benar demikian?

Faktor-Faktor Penyebab
Upaya menemukan faktor penyebab kesulitan membaca siswa kelas III atau IV ini merupakan langkah awal cara mengatasi permasalahan. Bukan mencari kambing hitam. Faktor penyebab tersebut sangat kompleks dan sangat berpengaruh serta bisa ditinjau dari berbagai segi.

1. Faktor Peserta Didik.
Jika ada peserta didik yang gagal, biasanya guru akan memutuskan bahwa siswa tersebut bodoh, abnormal, atau bahkan idiot. Tuduhan itu sangat memojokkan peserta didik dan secara manusiawi kurang adil. Sebab, secara umum, kondisi peserta didik bisa kita lihat dari:
(a) Tingkat inteligensi peserta didik yang beraneka ragam, sehingga kemampuan menerima pelajaran dari guru juga beragam. Ada yang cepat, sedang, dan lambat dalam menerima.
(b) Peserta didik yang tidak sehat, baik secara jasmani maupun rohani seperti lemah, lekas lesu, pusing, sering mengantuk, dan cacat fisik merupakan faktor yang juga sangat berpengaruh.
(c) Minat atau usaha peserta didik dalam mengikuti pelajaran juga beragam. Ada yang giat belajar, seenaknya belajar, bahkan ada yang malas belajar.
(d) Kurang ada kesiapan peserta didik dalam memasuki jenjang SD dan mereka sulit beradaptasi dengan lingkungan sekolah.
(e) Peserta didik bukan lulusan dari sekolah taman kanak-kanak.

2. Faktor Guru
Belum pernah ada anggapan yang mengatakan guru itu bodoh. Meski begitu, masih banyak guru yang belum melakukan fungsinya sebagai guru yang profesional. Masih banyak yang melalaikan tugas sebagai guru atau masih terdapat keadaan yang mengharuskan guru menyimpang dari aturan main dalam belajar mengajar.
Misalnya,
(a) Cara penyajian pelajaran yang kurang menarik. Hal itu disebabkan tidak adanya persiapan guru dalam mengajar tertulis. Persiapan mereka cukup dalam kepala atau di angan-angan, sehingga tidak terarah dan sulit dimengerti peserta didik.
(b) Guru kurang mengenal siswa secara menyeluruh, sehingga tidak bisa membedakan antara siswa yang lemah dengan siswa yang pandai dalam menerima pelajaran.
(c) Pola hidup disiplin yang kurang diperhatikan. Misalnya, siswa sering terlambat atau sering tidak menyelesaikan tugas, tapi tidak mendapat teguran atau sanksi dari guru.
(d) Guru cenderung memberikan nilai yang tidak sesuai perolehan siswa yang sebenarnya, baik pada ulangan harian maupun ulangan semester.
(e) Sering guru punya peran lain dalam organisasi atau kegiatan kemasyarakatan, sehingga otomatis menyita jam dinas.
(f) Penyebaran guru tidak merata. Sebagian sekolah kelebihan guru dan masih banyak sekolah yang gurunya harus merangkap beberapa kelas.

3. Faktor Masyarakat
Media massa seperti televisi, radio, surat kabar, dan majalah berdampak positif dan negatif terhadap peserta didik. (b) Peran aktif orang tua siswa dan komite sekolah dalam memantau dan menilai kemajuan serta kekurangan sekolah masih jauh dari yang diharapkan. Orang tua siswa, terutama, sudah percaya sepenuhnya kepada guru. (c) Adanya aktivitas masyarakat sekitar yang sering mengganggu aktivitas belajar siswa.

4. Supervisi Kepala Sekolah
Kepala sekolah jarang, bahkan cenderung sama sekali, melakukan supervisi kelas terhadap guru yang mengajar atau terhadap tugas administrasi lain. Hal itu disebabkan oleh: (a) Kedekatan antara atasan dengan bawahan yang seperti hubungan keluarga. (b) Kepala sekolah terlalu percaya kepada bawahan dalam segala urusan. (c) Kemampuan kepala sekolah dalam hal supervisi masih diragukan atau takut memberikan jalan keluar bila ditemukan guru yang cara kerjanya kurang layak.

Cara Mengatasi Masalah
Bertitik tolak pada hal-hal tersebut, penulis mencoba mencari solusi bagi peserta didik kelas III atau IV melalui berbagai pendekatan. Yaitu:

Secara Preventif
Agar peserta didik kelas III atau IV bisa membaca secara baik, perlu diperhatikan hal berikut:
(a) Guru kelas I atau II harus bisa mematangkan membaca permulaan dengan berbagai metode mengajar membaca.
(b) Hati-hati terhadap siswa yang diduga mengalami kelainan. Kalau bisa, bawalah siswa tersebut ke tempat pemeriksaan khusus kelainan anak. Jika sudah tidak ada jalan terbaik, anjurkan orang tua siswa menyekolahkannya di SLB atau dididik secara khusus. Tapi, kalau siswa tersebut normal, guru harus mawas diri.
(c) Pembagian tugas mengajar kelas harus betul-betul sesuai kemampuan guru, khususnya guru kelas I harus guru yang bisa mengenal siswa secara keseluruhan dan mampu menerapkan berbagai metode membaca permulaan.
(d) Kepala sekolah secara aktif memantau perkembangan siswa kelas I dan mampu memberikan jalan keluar jika guru mengalami kesulitan. (Para guru menghidupkan perpustakaan sekolah dan memotivasi siswa agar membiasakan diri untuk membaca).

Secara Kuratif
Pendekatan secara kuratif ini terletak pada guru kelas III atau IV. Sebab, secara bersamaan, mereka harus menyelesaikan dua permasalahan. Yaitu, (a) Menyelesaikan target materi dalam kurikulum dengan daya serap yang seimbang. (b) Melancarkan cara membaca bagi peserta didik yang sulit membaca. Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut:

(1) Pengorganisasian kelas secara kelompok dan anggota tiap-tiap kelompok disesuaikan dengan tingkat kemampuan. Hal itu memudahkan guru dalam mengawasi dan memberikan pelajaran tambahan yang sesuai tingkat kemampuan peserta didik.
(2) Penyampaian materi pelajaran untuk seluruh kelompok dan khusus kelompok yang sulit membaca harus ditekankan pada aspek baca, baru pada penguasaan materi.
(3) Memfungsikan jam 00 (sebelum masuk) untuk melatih membaca pada peserta didik yang sulit membaca. (
4) Memberikan bimbingan khusus kepada siswa yang mengalami kesulitan membaca pada jam istirahat atau pada jam aktif pelajaran dengan menugaskan guru khusus.
(5) Memberikan tugas-tugas rumah dan memperlengkapi alat peraga individual yang berkaitan dengan kemampuan baca.
(6) Mengadakan kunjungan rumah dan minta orang tua siswa agar membantu anaknya yang kesulitan membaca.

Kesimpulan
Guru harus berpegang teguh pada penyelesaian target, tapi tidak menelantarkan peserta didik yang mengalami kesulitan membaca.

Ada tiga kemungkinan yang bisa dilakukan. Yaitu: (1) Jika mengalami perubahan positif (bisa membaca secara lancar dan benar), anak itu dapat dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi. (2) Jika tidak mengalami perubahan (sulit membaca), anak tersebut harus tinggal kelas.

(3) Jika anak itu mengalami perubahan negatif (justru semakin sulit membaca), mereka harus tinggal kelas atau diturunkan ke kelas bawah dan dididik secara khusus. Bahkan, kalau memungkinkan, disalurkan ke SLB dengan catatan mereka masuk anak di bawah rata-rata (abnormal).

Sumber:
http://klubguru.com/view.php?subaction=showfull&id=1201131042&archive=&start_from=&ucat=2&

Tidak ada komentar:

Posting Komentar