Rabu, 27 Mei 2009

Tepatkah UN sebagai Standar Penentu Kelulusan?

Oleh: Suryawahyuni Latief, S.IP
Pengajar SMPIT Al-Azhar

Tepatkah UN sebagai Standar Penentu Kelulusan?
Ujian Nasional (UN) tinggal hitungan hari, sejak beberapa bulan lalu, setiap sekolah sudah mulai berpacu dalam kegiatan persiapan untuk mengantarkan para peserta didik menghadapi pengadilan UN. Pengadilan yang akan memberikan keputusan akhir berhasil atau tidaknya peserta didik dalam menempuh pendidikan. Tenaga Pendidik, peserta didik, dan orang tua paserta didik sama-sama berusaha keras untuk mempersiapkan diri menghadapi pengadilan UN. Pengadilan yang memutuskan seorang peserta didik ‘lolos’ atau tidak ‘lolos’ dalam evaluasi akhir, tanpa meninjau dan mempertimbangkan alibi peserta didik. Akhirnya, pendidikan yang dijalani selama bertahun-tahun akan ditentukan keberhasilannnya dalam tiga atau empat hari saja melalui beberapa bidang studi yang dihadapkan oleh pengadilan UN.
Idealnya, pendidikan dikonsepsikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kemampuan intelektual dan akhlak yang baik agar mampu eksis dalam kehidupan riil. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang, yang menghasilkan sumber daya manusia berkualitas dan pada akhirnya mampu berkontribusi meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.
Peran penting yang diemban dunia pendidikan menuntut pemerintah lebih optimal dalam mengelola dunia pendidikan. Diakui, pemerintah telah terus berupaya mengoptimalkan pengelolan dunia pendidikan.
Hal ini dapat dilihat beberapa kebijakan pendidikan seperti kebijakan, anggaran pendidikan, sertifikasi dan Ujian Nasional. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang bermuara pada tujuan untuk mendongkrak posisi HDI Indonesia agar tidak terus tertinggal dari negara-negara tetangganya seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Pendidikan sebagai sebuah proses memerlukan perubahan-perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan-Perubahan yang dilakukan dalam dunia pendidikan harus dirancang dan dibuat secara matang sehingga kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah tidak terkesan menjadikan peserta didik dan tenaga pendidik sebagai kelinci percobaan. Kebijakan UN sebagai standar penentu kelulusan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perlu dikajiulang oleh pemerintah.
Berkaca pada peristiwa-peristiwa yang menyertai pelaksanaan ujian nasional terdahulu dapat disimpulkan ujian nasional tidak mampu memberikan kontribusi riil untuk meningkatkan kualitas pendidikan maupun SDM Indonesia dan cenderung memakan korban. Sebagai contoh, kasus peserta didik yang bunuh diri karena dinyatakan tidak lolos dalam pengadilan UN tanpa mempertimbangkan fakta lain seperti prestasi akademiknya atau usaha kerasnya selama ini.
Kecurangan terjadi dimana-mana, kunci jawaban yang beredar sebelum sampai saat berlangsung UN, dan kerjasama beberapa pihak untuk memberikan jawaban kepada peserta UN.
Tragisnya, peserta didik yang memiliki prestasi akademik, rajin ke sekolah, dan berperilaku baik dalam pelaksanaan UN harus menghadapi kenyataan dirinya tidak lulus, dan harus mengikuti ujian ulang. Sementara peserta didik yang suka membolos, malas belajar, dan cenderung tidak memiliki nilai plus di sekolah ternyata lulus karena mendapatkan bocoran jawaban ketika mengikuti ujian nasional.
Fakta yang paling menyakitkan, penentuan ujian nasional sebagai standar kelulusan siswa memberikan peluang bagi beberapa pihak mengambil keuntungan dari melakukan tindakan-tindakan curang, dan mendidik peserta didik menghalalkan segala cara untuk lulus UN.
Tinjauan terhadap kelayakan UN untuk dijadikan standar kelulusan membukakan fakta krusial mengenai ketidakmerataan pembangunan pendidikan di Indonesia. Kondisi sekolah yang tidak sama (sarana dan prasarana, manajemen dan kondisi sosial ekonomi peserta didik) antar daerah maupun wilayah, kualifikasi dan kualitas tenaga pendidik yang tidak setara, proses pembelajaran yang berbeda menunjukkan bahwa melakukan ujian nasional sebagai standar penentu kelulusan tidak mengandung konsep keadilan.
Mengapa demikian?
Pertama, sekolah sebagai sebuah sistem memiliki siklus kerja yaitu menyeleksi input, proses, dan out put. Input dan proses yang terjadi dalam suatu sekolah dengan sekolah lain tidak akan sama.
Proses untuk mengolah input menjadi output dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tenaga pendidik, sarana prasarana, manajemen sekolah dan akses informasi yang ada di sekolah.
Perbedaan input dan proses dalam tiap sekolah bila dihadapkan pada tuntutan menghasilkan output yang sama melalui ujian nasional sebagai standar penentuan kelulusan peserta didik, terlihat jelas tidak ada konsep keadilan dalam hal ini, bagaimana seorang yang memiliki keterbatasan harus bersaing dengan orang yang memiliki kelebihan untuk mencapai standar yang ditentukan?
Kedua, penentu kelulusan yang hanya berdasarkan beberapa bidang studi mengakibatkan terjadinya pengkotak-kotakan bidang studi. Bidang studi yang diikutsertakan dalam Ujian Nasional dianggap penting, sementara yang tidak di UN kan dianggap tidak penting sehingga peserta didik cenderung menganggap sepele bidang studi yang tidak di UN-kan.
Proses pembelajaranpun terpola menjadi peserta didik dan tenaga pendidik lebih cenderung membahas soal-soal untuk mengahadapi pengadilan UN. Pembelajaran dipersempit aktivitasnya menjadi drill (mengerjakan dan melatih soal-soal UN) sehingga makna ilmu dari struktur keilmuan akan berkurang.
Berdasarkan beberapa ulasan di atas tepatkah Ujian Nasional sebagai standar penentu kelulusan siswa?
Penulis berkesimpulan selayaknya ujian nasional tidak dijadikan sebagai penentu satu-satunya kelulusan siswa tetapi dijadikan sebagai dasar bagi pemerintah untuk mengadakan pemetaan terhadap mutu pendidikan di Indonesia.
Melalui ujian nasional pemerintah mengetahui tingkat ketercapaian pendidikan di suatu daerah, dan melihat apa yang menyebabkan daerah tersebut tidak mampu mencapai standar nasional sehingga pemerintah dapat melakukan pembenahan-pembenahan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.***

Sumber:
http://www.jambiekspres.co.id/new/index.php/guruku/608-tepatkah-un-sebagai-standar-penentu-kelulusan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar